MIMPI
Sore
itu, aku duduk di meja belajarku dengan ku ayunkan kedua kakiku kubuka buku
catatan Kimia, pelajaran yang cukup membuat kepala ini jadi pusing.
“Dina,
bantu Bunda, nak!!!” Bunda memanggilku, “Huff, baru saja nyantai, ada aja yang
ganggu!!” gumamku kesal sambil kulangkahkan kakiku menuju dapur.
“Ada
apa sih, Bunda?? Bunda, aku capek tahu.” Omelku kesal sambil duduk di kursi
makan disamping Bunda.
Bunda
diam sejenak dan matanya yang bening menatapku penuh dengan kesabaran sambil
berkata, “Dina, bantuin Bunda ya. Tolong ambilin baju Bunda di laundry ya!!!
Bunda masih repot nih!! Dina mau kan, Bantu Bunda??”
“Ogah
ahh, Bunda!!!”
“Lagian
Dina tu capek Bunda!” sahutku dan segera aku lari ke kamar ninggalin Bunda.
Sesampai
dikamar, segera ambil benda kesayanganku. Ya, handphone. Dan segera kupasang
headset di kedua telingaku lalu aku tiduran diatas kasur.
“Hmm…enaknya
sore-sore gini ngapain ya???”pikirku.
“Yaa,
ampunnn…!!! Aku kan punya janji ma Aldo buat jogging ditaman!!!” Sepintas aku
ingat akan janjiku dengan Aldo.
Tanpa
pikir panjang, segera ku pakai sepatu dan ku kalungkan handuk kecil dileherku.
“Bunda aku berangkat dulu ya??” seruku pada Bunda.
Dengan
tergesa-gesa kulangkahkan kakiku menuju taman komples yang cukup jauh sih dari
rumahku hanya dengan bekal sebuah handuk kecil yang terkalung di leherku. Yaa,
emang sore kayak gini Aldo, sahabatku mulai dari TK sampai SMA ini, sering
ngajakin jogging bareng. Hmm, kadang-kadang sih bosen ketemu terus sama dia,
tapi tak apalah demi persahabatan kita. Hehee..
“Eh…
hari ini kok aneh ya! Baru jam segini rasanya kok udah gelap sih!” gumamku
sambil clingak-clinguk ngeliat kearah langit yang semakin gelap tertutup
gumpalan awan hitam. Tapi, aku tetep nganjutin lari ketaman karena udah
terlanjur janji sama Aldo.
Sesampainya
di taman, aku berlari-lari kecil sampai dua kali putaran sambil clingak-clinguk
nyariin Aldo yang belum juga nongol, “Nih anak mana sih? Kok dari tadi nggak
kelihatan juga.” Gumamku kesal.
“Naa…
tunggu aku!!!” suara anak laki-laki dari belakang memeangilku dan aku pun
berhenti sambil duduk di sebuah kursi panjang di bawah pohon beringin. Aldo pun
segera menghampiriku dan duduk di sebelah kiriku. Hhuuhhh,,,dengan muka kesalku
kearah Aldo.
“Aldooo…”
belum selesai aku ngomong, Aldo langsung aja nyela omonganku.
“Na,
peace..peace!!! sahut Aldo dengan muka tak berdosa and mengacungkan kedua
jarinya.
“Apa???
Kamu tahu kan aku tu paling sebel kalau disurung nunggu lama.” ucapku.
“Maaf…maaf,
aku tadi masih disuruh Mamaku nganterin cucian ke laundry, Na.” Jawab Aldo
polos.
“Ooo…gitu
ya! Yaa udah lah gak papa kok!” Ucapku lirih sambil cengar-cengir tersipu malu.
Huff,,
akupun menjadi malu seketika.. seorang Aldo yang keren dan banyak diidam –
idamkan banyak wanita disekolah, mau disuruh Mamanya nganterin cucian ke
laundry tanpa ngeluh sedikitpun, padahal diakan cowok, nggak kayak aku.
Yaa,ampuunn, betapa kecewanya Bunda padaku…
“Hellooo,
Naa!!” suara Aldo mengagetkanku dengan tangan melambai-lambai persiss di depan
mukaku..
“Ooohh..iyaaa,
iyaaa!” jawabku kaget yang terbangun dari lamunanku.
“Ada
apa?? Mikirin aku ya… kalau aku tu ganteng, cakep, keren lagi!” sambung Aldo
sambil membenahi rambutnya,
“Idah,
PD banget kamu,
ngapain juga mikirin kamu! Kurang kerjaan banget” Ucapku ngejek.
“Eh, Aldo jam segini kok udah gelap ya? Kayak
mau turun hujan gitu.. tuh liat lanngitnya!” sambungku sambil nunjuk kearah
gumpalan awan hitam.
“Hhhaaaa…Gelap??
Eh, ngaco yaa, langit cerah kayak gini dibilang gelap.” Ucap Aldo tak percaya.
“Aku
tuh serius, Aldo. Beneran deh..Tuh liat!” ucapku kesal sambil berdiri lalu
nunjukin ke Aldo gumpalan awan hitam.
“Mana??”
ejek Aldo berdiri di depanku.
“Ini,iyaa..!”
sambung Aldo sambil menggelitiki ku lalu berlari.
“Aldooo!”
“Hmm,
dasar Aldo nakal! Awas, aku kejar kamu.” Sambungku sambil berlari mengejar
Aldo.
“Ayo,
kejar kalau bias…!” Ejek Aldo.
Lalu
aku kejar Aldo sampai nafasku terengah-engah, kecapean. Tapi, aku kuwalahan.
“Do,
aku nyerah! Kita istirahat yuk..!” teriakku ke Aldo yang berada di ujung sana.
“Haa,,iyaa!!
hemm, bilang aja kalau kalah!” sahut Aldo sambil menghampiriku.
“Kita
istirahat di kursi itu yuk..” ucapku sambil nunjuk kearah kursi panjang di
bawah pohon beringin.
“Yaa,
udah aku beli minum dulu ya! Kamu tunggu disini aja!” ucap Aldo sambil
berjalan.
Lalu,
aku duduk di kursi panjang di bawah pohon beringin yang tak lain lagi, kursi
yang tadi baru saja aku dan Aldo duduki . Yaahh, apa boleh buat aku duduk
sendiri di kursi panjang itu yang bisa
dibilang cukup tua yang cukup dekat dengan jalan raya. Lalu, ketika aku
mengecilkan volume MP4, seorang kakek yang cukup tua dengan membawa sapu
menghampiriku. Kalau dilihat – lihat sih kakek ini bisa dibilang penyapu taman komplek.
“Nak
Dina, kamu harus berhati-hati!” Ucap kakek tua itu sambil duduk disampingku.
“Hmm,
tunggu dulu! maksud kakek apaan sih? Aku nggak ngerti.” tanyaku penasaran.
“Selagi
kamu masih mempunyai orang tua. Maka, kamu harus selalu berbuat baik kepada orang
tua kamu.” tutur kakek itu sambil menyandarkan sapu yang dibawanya dipohon
beringin itu.
“Terlebih-lebih,
kamu juga harus patuh dan taat pada Ibu. Jangan sekali-kali membantah ibumu!
ibu yang melahirkanmu dengan susah payah, membesarkanmu dengan sabar dan
ikhlas. Apalagi membentak...jangan sekali-sekali” tutur kakek tua itu
terbata-bata.
“Maksudnya
kek?? aku nggak ngerti!!” jawabku bingung..
“Segeralah
minta maaf pada ibumu, nak! Janganlah kecewakan ibumu!” tutur kakek tua itu
lagi.
“Apasih
maksudnya kakek tua itu?.” Gumamku heran.
Pertanyaan
demi pertanyaan aku lontarkan tapi hanya kata “Segeralah minta maaf pada
ibumu.” yang terucap dari mulut kakek tua itu. Aku kesal dengan keadaan ini,
dengan segera aku berlari menyusul Aldo tanpa melihat ke arah kanan dan kiri... Tiba-tiba, ketika
aku menengok ke arah kanan dan....
“Aaaaarrrrrrgggggggghhh!
! ! !” “Bbrrraaaaakkkk!!!!” sebuah mobil menabrakku,
Badanku
pun terjatuh. Ketika aku terbangun, aku mencoba berdiri sekuat tenaga, tapi aku
nggak bisa. Betapa kagetnya ketika aku melihat tubuh yang mirip banget sama aku
tergeletak penuh darah di tepi jalan raya. Lalu tak lama kemudian orang-orang
berlari menghampiri tubuh itu...
“Hey..hey
aku disini! Tenang aja aku nggak apa-apa kok!!!” teriakku.
Tapi
tak seorangpun melihattku. Tak seorangpun menjawab pertanyaanku. Aku bingung
harus ngapain, aku nggak bisa apa-apa. Tak lama kemudian datang sebuah mobil
ambulance, lalu tubuh itu dimasukkan dan akupun ikut dengannya. Aku semakin
penasaran apa yang terjadi dengan aku. Aku mencoba bertanya pada orang didalam
ambulance tersebut tapi tak seorangpun menjawab pertanyaanku. Selang beberapa
menit, ambulance itu berhenti tepat didepan rumahku. Tubuh itu diturunkannya
dari ambulance dan diangkat menuju ruang tamu, akupun mengikuti dibelakangnya.
Aku
semakin bingung apa yang terjadi, ketika aku berjalan menuju ruang tamu bendera
putih tertancap di depan rumahku. Aku juga melihat orang memakai baju hitam
banyak yang datang dirumahku. Kursi-kursi tertata rapi. Ketika aku masuk
rumahku, “Itukan Bunda! Pasti Bunda tau apa yang aku mau!”
Aku
tak tega Bunda menangis tersedu-sedu ketika melihat tubuhku diturunkan di
depannya. Aku menghampiri Bunda dan aku mencoba menenangkan Bunda dengan
memeluknya, “Bunda, maafin Dina ya! Aku sayang banget sama Bunda.”
Tapi aku nggak bisa, aku nggak bisa lagi
memeluk Bunda. Air mataku nggak bisa kubendung, aku menangis. Apa yang
sebenarnya terjadi. Air mata Bunda terus membasahi pipinya ketika melihat jasad
itu terbujur kaku, tak berdaya. Aku mencoba mengusap air mata Bunda tapi aku
nggak bisa. “Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku nggak bisa memeluk Bunda
ketika Bunda butuh padahal Bunda selalu ada untuk aku. Aku sayang banget ma
Bunda. Aku menyesal dengan apa yang terjadi tadi siang. Bunda, maafin aku!”
sesalku.
Lalu,
aku keluar rumah.Aku bingung harus ngapain. Ketika aku keluar dari gerbang
rumahku, aku melihat seorang anak kecil berwajah pucat duduk dibawah pohon dan
aku mencoba bertanya, “Dik, maaf! Itu yang meninggal siapa ya, Dik?” tanyaku
penasaran. Ia
pun menjawab pertanyaanku, “Itu yang meninggal kak Dina.” Betapa kagetnya aku mendengar jawaban anak kecil itu.
Aku
nggak bisa apa-apa, yang aku bisa hanya menangis dan menangis. Aku menyesal
ngecewain Bunda.
Hari
semakin sore, suasana yang diselimuti duka membuat orang berbaju hitam menangis
melihat jasadku dikubur. Bunda menangis semakin tersedu-sedu ketika peti
dimasukkan ke liang lahat. Tak lain halnya Ayah., baru kali ini melihat Ayah
menangis.
Aku
tetap duduk didekat batu nisanku. Aku hanya bisa menangis. Aku hanya bisa
pasrah apa yang terjadi. Tak lama kemudian, aku melihat seorang remaja
laki-laki berbaju serba hitam, yang tak lain lagi Aldo berjalan perlahan dengan
membawa seikat karangan bunga di tangan kirinya menghampiri kuburanku. Aku
tersentak, “Aldo pasti ngertiin aku, dia kan sahabatku” gumamku,
“Aldo..!!!”
panggilku, tapi Aldo tak mendengar.
“Na,
napa kamu harus ninggalin aku!” ucap Aldo seraya meletakkan karangan bunga di
atas gundukan tanah lalu duduk di sampingku.
“Kamu
sahabatku yang paling ngertiin aku. Kamu udah pergi, Na. Sekarang nggak ada
lagi Dina yang dulu sewaktu kecil suka ngeliat bintang dan pingin jadi bintang
yang paling bersinar terang dilangit sana.” jelas Aldo sembari mengelus batu
nisanku.
“Do,
aku masih disini kok. Aku disampingmu, Do! Aku nggak akan ninggalin kamu.”
ucapku seraya menutup mukaku, tapi Aldo nggak mendengar apa yang aku bicarakan.
Aku hanya diam dan menangis.
Suara
Aldo yang serak-serak membuat aku semakin menangis. Sku menyesal, aku belum
jadi sahabat yang terbaik buat Aldo. Ketika aku menutup mukaku dengan tanganku,
seseorang dengan jubah hitam yang berbadan tinggi besar menepuk pundakku yang
seakan membawaku ke alam yang berbeda.
Aaaaarrrrrrgggggggghhh!
! ! !”
“Dina,
bangun nak udah magrib!!” tutur Bunda menepuk pundakku.
“Bundaa..!!!”
seruku girang. “Bunda maafin Dina, ya! Kalau Dina sering nakal, nyusahin Bunda,
Dina selalu sayang Bunda kapanpun dan dimanapun.” pintaku sambil mencium tangan
Bunda lalu memeluknya.
“Hhuuuuuhhhhh....Untung aja tadi Cuma MIMPI..!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar