Senin, 15 Februari 2016

SOAL UN KIMIA TH 2014 DAN PEMBAHASANNYA

SOAL NO. 1 TENTANG STRUKTUR ATOM

Berikut ini beberapa senyawa kovalen:
(1)   CH4
(2)   NH3
(3)   PCl5
(4)   PCl3
(5)   CO2
(Nomor atom: C = 6; H = 1; N = 7; P = 15; Cl = 17; dan O = 8)
Senyawa kovalen yang mengalami penyimpangan kaidah oktet dalam struktur Lewisnya adalah ....
A.   (1)
B.   (2)
C.   (3)
D.   (4)
E.   (5)

PEMBAHASAN

Untuk menjawab soal di atas, Anda harus hafal nomor atom unsur-unsur gas mulia berikut ini:
2   10   18   36   54   86
Caranya, nomor atom unsur-unsur yang diketahui pada soal dikurangi dengan nomor atom unsur gas mulia terdekat. Nomor atom unsur pertama pada senyawa kovalen dikurangi nomor atom gas mulia yang lebih kecil sehingga hasilnya positif. Sedang nomor atom unsur kedua dikurangi nomor atom gas mulia yang lebih besar sehingga hasilnya negatif. Hasil pengurangan yang negatif ini kemudian diberi harga mutlak.

Selanjutnya nilai yang diperoleh dijumlahkan. Jika hasilnya 8 maka senyawa kovalen tersebut memenuhi kaidah oktet. Jika tidak, berarti menyimpang dari kaidah oktet.

C : 6 - 2 = 4
H : 1 - 2 = |-1| = 1
CH4 = 4 + 1 x 4 = 8 (oktet).

N : 7 - 2 = 5
H : 1
NH3 = 5 + 1 x 3 = 8 (oktet).

P : 15 - 10 = 5
Cl : 17 - 18 = |-1| = 1
PCl5 = 5 + 1 x 5 = 10 (bukan oktet).

PCl3 = 5 + 1 x 3 = 8 (oktet).

C = 4
O = 8 - 10 = |-2| = 2
CO2 = 4 + 2 x 2 = 8 (oktet).

Jadi, senyawa kovalen yang mengalami penyimpangan kaidah oktet adalah PCl5 (C).

Sabtu, 09 Januari 2016

Perbedaan dan Kelebihan Diploma dibanding Sarjana


          Orangtua zaman sekarang pun cenderung berpikir loyal, tipikal orang sukses di masa depan adalah bermodal kan ‘sarjana’ dan masuk pegawai negeri. Sebenarnya, dapat dikatakan pemikiran seperti itu masih terlalu sempit. Kita lihat saja sekarang, banyak sarjana – sarjana muda yang tidak langsung mendapat pekerjaan ketika mendapat gelar sarjana nya. Itu dikarenakan sarjana lebih menitik beratkan pada aspek analitis dengan 40 % praktik dan 60 % Teori. Dapat dikatakan lulusan Sarjana lebih diarahkan untuk dipakai sebagai pemikir, seperti melakukan penelitian ilmiah yang memungkinkan ditemukannya inovasi baru dalam bidangnya. Secara harfiah juga dapat dikatakan lebih cenderung ke arah loyalitas, image, dan individualisme, lebih cenderung pengejaran gelar ke pendidikan yang lebih tinggi sampai jenjang akademis Doktor.

          Ini merupakan suatu dilema yang mendalam, apakah memang selalu benar semakin tinggi pendidikan yang kita raih, semakin berkualitas skill kerja kita? Karena pada intinya seseorang dapat dikatakan sukses karena kehidupannya layak di dunia, dengan apa membeli kehidupan yang layak itu? Tentu saja dengan  uang dan  uang hanya akan didapat secara halal dengan jerih payah kita sendiri yaitu dengan ‘bekerja’. Seandainya didikan kita lebih cenderung pada aspek analitis dengan skill kerja yang kurang dari separuh, apa yang terjadi? Ya… Kemungkinan semakin banyak bos negara yang korupsi dan nepotisme di Indonesia .. hahaha